Pemda DIY diminta rumuskan solusi ketimpangan ekonomi

id Diy

Pemda DIY diminta rumuskan solusi ketimpangan ekonomi

DIY (Foto Istimewa)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Institut for Research and Empowerment Yogyakarta melalui hasil penelitiannya merekomendasikan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta segera merumuskan desain kebijakan khususnya dalam aspek tata ruang sebagai solusi memecahkan ketimpangan ekonomi yang masih terjadi di daerah itu.

"Merekomendasikan Pemda DIY menyusun desain kebijakan terkait tata ruang dan pengembangan kawasan yang berorientasi pada pemerataan kegiatan perekonomian produktif antarkabupaten/kota," kata Deputi Pengembangan Program dan Jaringan IRE Yogyakarta Titok Hariyanto di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, problem-problem ketimpangan ekonomi perdesaan dan perkotaan harus diselesaikan dengan segera mendesain kebijakan yang pro pada kepentingan publik. Selain dari aspek tata ruang, menurut dia, kerja sama antardaerah yang berorientasi pada pemerataan kesenjangan antarkabupaten dan kota juga perlu ditempuh.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 persentase tingkat kemiskinan di Kota Yogyakarta mencapai 8,67 persen, Kabupaten Sleman 9,5 persen, Kabupaten Bantul 15,89 persen, Gunung Kidul 20,83 persen, dan Kabupaten Kulon Progo 20,64 persen.

Berdasarkan data itu, Sleman dan Kota Yogyakarta memiliki tren tingkat kemiskinan di bawah 10 persen, sementara dua kabupaten lain, Kulon Progo dan Gunung Kidul memiliki angka kemiskinan yang tinggi di atas 20 persen.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM Krisdyatmiko mengakui ketimpangan desa dan kota di DIY selama ini ditambah dengan kekurangpedulian pemerintah terhadap kebijakan tata ruang. Tata ruang, kata dia, selama ini belum berorientasi untuk menjamin kehidupan berkelanjutan di desa.

Selama ini, kata Krisdyatmiko, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) hanya disusun oleh konsultan. Sementara masyarakat Desa hanya menerima sosialisasi. "Desa tidak menjadi subyek dalam mengelola asetnya sendiri," kata dia.

Koordinator penelitian Ketimpangan Perdesaan dan Perkotaan di DIY dari IRE Rajif Dri Rangga menjelaskan berdasarkan penelitiannya di sejumlah kecamatan di lima kabupaten/kota DIY, salah satu penyebab kemiskinan di DIY adalah kegiatan ekonomi yang tidak merata. Kegiatan ekonomi paling dominan dinikmati oleh masyarakatkota, terutama di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Menurut dia, corak kemiskinan berbeda-beda ditemukan di desa-desa kawasan urban atau perkotaan di DIY. Kemiskinan itu tidak lagi semata-mata disebabkan oleh problem ketiadaan aset, namun juga ketidakmampuan kelompok miskin untuk mengakses pekerjaan di sektor formal yang memberikan tingkat pendapatan yang lebih besar.
Rajif menambahkan, pola pengeluaran di desa-desa di kawasan perkotaan berbeda dengan pola pengeluaran di kawasan rural atau kabupaten. Pengeluaran di masyarakat urban dari kelompok kaya dan menengah lebih banyak dialokasikan untuk konsumsi sebagai penanda identitas seperti rekreasi, belanja di mall, fesyen, investasi serta asuransi. "Sedangkan pengeluaran pada masyarakat rural dan urban di kelompok miskin kecenderungannya dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi harian dan operasional pendidikan," kata dia.***4**

(L007)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024