Mobilitas dan komunikasi masih jadi keluhan difabel

id Difabel

Mobilitas dan komunikasi masih jadi keluhan difabel

Akses untuk difabel YOGYAKARTA - Seorang difabel melintas di badan jalan menggunakan kursi roda di Jl. AM. Sangaji, Yogyakarta, Sabtu (15/9). Kurangnya sarana publik untuk para difabel membuat difabel harus menggunakan jalan yang tidak semestinya dan

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Kesulitan mengakses komunikasi dan melakukan mobilitas masih menjadi keluhan utama para penyandang disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta meskipun daerah tersebut sudah menjalankan Perda Disabilitas sejak tiga tahun terakhir.

"Hambatan terbesar adalah pada akses komunikasi dan mobilisasi. Jika keduanya tidak bisa diakses dengan baik, para penyandang disabilitas tidak akan bisa apa-apa," kata Ketua Komite Penyandang Disabilitas DIY Setia Adi Purwanta di Yogyakarta, Rabu.

Salah satu contoh kesulitan akses mobilisasi dan komunikasi bagi penyandang disabilitas di antaranya adalah keberadaan "guiding block" di trotoar yang tidak dibangun secara baik.

"Keberadaan `guiding block` ini justru mengarah ke pot yang ada di trotoar atau ke pohon. Atau ram di halte Transjogja yang justru terhalang pohon. Tentunya, hal ini akan menyulitkan penyandang disabilitas," katanya.

Keterbatasan akses mobilisasi bagi penyandang disabilitas, lanjut dia, juga cukup terasa saat penyandang disabilitas mengajukan permohonan pembuatan surat izin mengemudi (SIM). Sedangkan untuk komunikasi di antaranya adalah kurangnya penjelasan secara tertulis di tempat-tempat umum seperti bandara dan stasiun.

Komite Penyandang Disabilitas DIY kemudian mengusulkan Pemerintah DIY memiliki target capaian pemenuhan hak penyandang disabilitas setiap tahun karena di dalam perda sudah mengamanatkan pemenuhan akses bagi penyandang disabilitas dalam waktu 10 tahun.

"Selama ini, sepertinya belum ada target realisasi pemenuhan akses yang jelas dari pemerintah. Mungkin sudah waktunya untuk menetapkan target tahunan. Pemenuhan akses memang harus dilakukan bertahap," katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Kesejahteraan Pemerintah DIY Budi Astuti mengatakan, ada lebih dari 100 indikator yang menilai secara kuantitatif pemenuhan hak penyandang disabilitas.

"Namun, baru sekitar 71 indikator yang dijalankan. Meskipun demikian, kami memang belum mengukur secara kualitatif," katanya.

Sementara itu, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah DIY Gatot Saptadi mengakui bahwa amanah dari Perda Disabilitas belum dijalankan secara maksimal.

"Perda memang belum dijalankan secara maksimal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk pemenuhan hak penyandang disabilitas adalah melalui musrenbang," katanya.

Ia mengajak penyandang disabilitas untuk terus memberikan masukan mengenai kebutuhan mereka karena pemangku kebijakan tidak mengetahui secara pasti kebutuhan penyandang disabilitas.

"Mungkin saja kami ingin membuat `guiding block` yang bagus dengan bahan yang mengkilap. Ternyata hal itu tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Oleh karena itu, masukan sangat penting," katanya.***4***

(E013)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024