Tarian kolosal "Titari" pukau Mendikbud

id Tarian kolosal titari

Tarian kolosal "Titari" pukau Mendikbud

Mendikbud Muhadjir Effendy bersama para penari tari kolosal "Titari" seusai pertunjukan. (Foto Antara/ Victorianus Sat Pranyoto)

Sleman, (Antara Jogia) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy nampak terpukau tarian kolosal "Titari" dalam pembukaan Festival Seni Internasional 2016 di Lapangan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya Yogyakarta di Sleman, Senin sore.

Sejak awal penampilan tari kolosal "Titari" yang dimotori maestro tari Yogyakarta Didik Nini Thowok, Mendikbud yang duduk di kursi kehormatan terlihat antusias menyaksikan dengan saksama pergelaran tari yang melibatkan sejumlah seniman Yogyakarta dari berbagai genre dan 50 penari tersebut.

Bahkan, setelah tari kolosal yang bertemakan proses keindahan kupu-kupu berdurasi 30 menit tersebut selesai, Mendikbud Muhadjir Effendy didampingi Bupati Sleman Sri Purnomo langsung turun ke lapangan.

Dengan wajah yang terlihat terus mengumbar senyum, dia memberikan apresiasi kepada para penari dengan menyalami satu per satu.

Tari kolosal "Titari" diambil dari Bahasa Sangsekerta yang artinya kupu-kupu, di mana kupu-kupu yang indah secara natural mempunyai visual seni maha tinggi pada kepakan sayapnya.

Sesaat sebelum mahakarya itu muncul, kupu-kupu mengalami proses metamorfosa mulai dari telur, ulat, kepompong, dan barulah mewujud menjadi kupu-kupu yang indah.

Pergelaran "Titari" tersaji dalam empat segmen secara mengalir, dimulai dari keadaan "suwung" (kosong) dan "nyawiji" (proses telur) menggambarkan bagaimana proses awal kreatif diciptakan.

Setelah itu dilanjut dengan penggodogan, dimana naluri, intuisi, cita dan cipta rasa dipadukan semacam proses di kawah candradimuka (kepompong).

Setelah itu muncul keindahan dari mahakarya itu, menyapa semesta menyebar kebaikan dan mewarnai kehidupan (kupu-kupu).

Mendikbud Muhadjir Effendy dalam sambutan pembukaan Festival Seni Internasional 2016 mengatakan bahwa sistem pendidikan formal saat ini masih mewarisi semangat awal kemerdekaan.

"Saat awal kemerdekaan pendidikan diprioritaskan untuk pemberantasan buta huruf dan kebodohan, dengan menitikberatkan pendidikan pada membaca, menulis, dan berhitung," katanya.

Menurut dia, akibat dari sistem pendidikan tersebut ada tiga hal yang terbaikan, yaitu masalah etika, estetika, dan kinestetik.

"Tiga hal itu bayak diabaikan, sehingga masalah tatakrama dan sopan santun, seni dan keindahan, serta olahraga kurang menjadi perhatian," katanya.

Ia mengatakan nantinya sistem pendidikan di Indonesia akan diseimbangkan di antara aspek-aspek tersebut.

"Nanti juga akan banyak melibatkan peranan seniman-seniman
Untuk membangun pendidikan yang berkesimbangan. Membangun masa depan, pendidikan tidak bisa langsung dipanen, bukan seperti memanen jagung tiga bulan bisa panen, tetapi seperti menanam pohon jati yang membutuhkan waktu panjang untuk menjadi kuat," katanya.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (BPPPPTK) Seni dan Budaya Yogyakarta kembali menggelar kegiatan dua tahunan Festival Seni Internasional pada 21 hingga 25 November 2016.

Kepala PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta Salamun mengatakan kegiatan ini untuk mempertemukan karya kreatif guru seni budaya dengan karya kreatif seniman dalam dan luar negeri.

"Komunikasi kreasi ini diharapkan merepresentasikan kualitas dan melahirkan pemahaman baru yaitu bahasa estetika dalam konteks pendidikan," katanya.

Ia mengatakan dalam kegiatan itu, guru seni budaya akan belajar secara langsung melalui proses berkarya dan komunikasi antarkarya sehingga masing-masing dapat saling menghargai dan saling mempelajari.

"Kekurangan atau kelebihan antara karya satu dengan yang lainnya dapat dijadikan sebagai materi evaluasi untuk melahirkan karya baru lagi di kemudian hari. Karya kreatif yang lahir dari guru seni budaya dan seniman yang ditampilkan akan menjadi pembelajaran umum estetika seni budaya bagi pendidikan seni budaya sekolah maupun bagi masyarakat yang menikmatinya," katanya.

Salamun mengatakan tema Festival Seni Internasional (FSI) 2016 adalah "Today Arts, Future Culture" yang artinya seni yang diciptakan dalam kegiatan ini diharapkan menjadi budaya di masa depan.

"Seni-seni yang ditampilkan harus mencerminkan karakter budaya Indonesia di masa yang akan datang atau memiliki nilai-nilai imajinatif futuristik yang bisa mengombinasikan dengan baik antara budaya Indonesia dan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini," katanya. ***4***

(V001)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024