DKP : pembudidayaan lele buis beton lebih efisien

id lele

DKP : pembudidayaan lele buis beton lebih efisien

ilustrasi (Foto perikananindonesia.blogspot.com)

Bantul (Antara Jogja) - Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menilai kegiatan budi daya lele dengan menggunakan buis beton sebagai media kolam lebih efisien dibanding dengan kolam yang berukuran luas.

"Inovasi teknologi budi daya lele dengan buis beton ini selain efisien lahan juga efisien pakan dan waktu, karena sudah bisa dipanen pada umur dua bulan," kata Kabid Kelautan dan Perikanan Tangkap DKP Bantul, Yus Warseno di Bantul, Minggu.

Menurut dia, contoh budi daya ikan lele dengan buis beton berukuran diameter 60 centimeter dan tinggi 80 cm di lahan sempit atau seputaran rumah sudah diterapkan di tempat tinggalnya dan beberapa rumah tangga di perumahan wilayah Desa Bangunjiwo Kasihan.

Ia mengatakan, normalya lele yang dibudidayakan di kolam luas atau terpal memasuki waktu panen untuk dikonsumsi minimal berusia 2,5 bulan, namun dengan buis beton hanya dua bulan sehingga menghemat waktu dan pemberian pakan selama sekitar 15 hari.

"Ini karena wadah (media kolam) yang berbentuk lingkaran itu maka akan membuat lele serasa dalam lubang yang dalam, suhu hangat membuat metabolisme tinggi, sehingga lele akan banyak makan dan cepat besar," katanya.

Ia juga mengatak, dengan bentuk lingkaran itu maka lele merasa bertempat di ruangan yang cukup luas, karena jika bergerak tidak pernah menemukan ujung, dengan pergerakan yang terbatas itu maka nutrisi makanan hanya dipergunakan untuk membentuk daging.

"Inovasi budi daya lele di buis beton dirancang dengan memperhatikan teknis budi daya ikan sesuai habitat lele yang suka kondisi gelap dengan suhu stabil, habitat lele di alam suka berkumpul dalam lubang (ngerong)" katanya.

Ia mengatakan, dalam buis beton berukuran 60 cm dan tinggi 80 cm dengan sistem pembuangan dan pergantian yang sempurna ini dapat diisi bibit ikan sekitar 200 ekor, dengan hasil panen sekitar 20 kilogram dengan harga jual Rp18.000 per kilogram.

"Selain lebih efisien karena biaya yang tidak besar, teknologi ini bebas pencemaran lingkungan, karena limbah tidak berbau busuk. Bahkan limbah air buangan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk cair bagi tanaman," katanya.
KR-HRI
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024