ORI: layanan pendidikan dominasi aduan masyarakat DIY

id ORI

ORI: layanan pendidikan dominasi aduan masyarakat DIY

Ombudsman Republik Indonesia (Foto jogjainfo.net) (jogjainfo.net)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masthuri mengatakan kasus pelayanan pendidikan mendominasi aduan masyarakat DIY sejak Januari hingga Agustus 2016.

"Dari 193 aduan sejak Januari hingga Agustus, masalah pelayanan pendidikan paling banyak diadukan masyarakat DIY," kata Budhi di Yogyakarta, Rabu.

Budhi menyebutkan sejak Januari hingga Agustus 2016 ORI DIY-Jateng menerima 193 aduan, 83 terkait instansi pemerintah daerah yang 30 di antaranya adalah pelayanan pendidikan. Selanjutnya 29 aduan terkait pelayanan kepolisian, 17 kepegawaian, 18 pertanahan, dan 20 terkait infrastruktur jalan dan jembatan.

Ia mengatakan aduan pelayanan pendidikan di DIY selalu muncul setiap tahun menjelang momentum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya berkaitan dengan kasus pungutan sekolah dan penahanan ijazah.

"Meski dilakukan penindakan, namun kasus pungutan dan penahanan ijazah ini selalu terulang setiap tahun," kata Budhi.

Masalah pelayanan pendidikan yang masih ditangani ORI DIY-Jateng beberapa pekan ini adalah kasus pungutan terhadap siswa di sebuah SMP Negeri dan Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kabupaten Sleman. "Barusan kepada dua kepala sekolah itu sudah kami mintai penjelasan mengenai landasan pemungutan," kata dia.

Kebanyakan sekolah, menurut Budhi selalu beralasan bahwa pungutan yang dibebankan kepada siswa berdasarkan hasil rapat komite sekolah dan orang tua siswa. Padahal segala bentuk pungutan harus berdasarkan legalitas atau dasar hukum yang jelas.

"Banyak sekolah yang belum bisa membedakan mana pungutan dan mana sumbangan. Dikatakan sumbangan tapi nyatanya besaran dan waktunya ditentukan," kata dia.

Oleh sebab itu, agar kasus serupa tidak terus berulang, ia telah meminta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY untuk membuat petunjuk teknis mengenai batasan pungutan, bukan hanya mengacu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pendanaan Pendidikan yang mengatur soal pungutan.

"Perda itu perlu turunan berupa petunjuk teknis karena kenyataanya banyak sekolah yang belum paham," kata dia.

Sebelumnya, kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji menyatakan siap menindak tegas sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama negeri yang memungut uang pendidikan dalam bentuk apa pun kepada siswa, orang tua, dan wali murid.

"Kami sudah peringatkan tidak boleh ada iuran atau pungutan dalam bentuk apa pun, khususnya bagi SD dan SMP negeri," kata Aji.

Pembebasan pungutan itu, menurut Aji, juga termasuk dalam biaya pembelian buku pegangan kurikulum 2013. Buku pegangan tetap menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tanpa membebani siswa.

"Termasuk buku kurikulum 2013 untuk pegangan siswa juga gratis karena sudah disediakan oleh pemerintah. Kalau sumbangan dari orang tua atas dasar inisiatif sendiri tentu tidak dilarang," kata dia.

(T.L007)
Pewarta :
Editor: Luqman Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2024