Akademisi: perusahaan ponsel perlu promosikan "take back"

id Akademisi: perusahaan ponsel perlu promosikan take back

Akademisi: perusahaan ponsel perlu promosikan "take back"

Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Dr Siti Mahsanah Budijati (Foto Antara/Bambang Sutopo Hadi)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Perusahaan ponsel perlu gencar mempromosikan program "take back" agar masyarakat mengetahuinya, kata dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Siti Mahsanah Budijati.
    
"Hal itu perlu karena mampu mendorong niat konsumen untuk berpartisipasi dalam program 'take back' ponsel dan dapat digunakan untuk memperbaiki penerapan program tersebut yang selama ini kurang mendapat respons dari masyarakat," katanya di Yogyakarta, Sabtu.
   
Menurut dia, kebijakan khusus dari pemerintah juga diperlukan untuk mendorong penerapan program "take back" ponsel serta peningkatan sikap lingkungan konsumen dan pemberian insentif ekonomi bagi konsumen yang berpartisipasi dalam program tersebut.
    
"Hasil pengembangan model pengelolaan 'reverse logistics' (RL) menunjukkan jika sikap lingkungan konsumen yang tinggi belum dapat dapat tercapai, partisipasi konsumen dalam program 'take back' dapat dipacu dengan aturan pemerintah dan insentif ekonomi bagi konsumen," kata doktor lulusan UGM itu.
    
Ia mengatakan hasil penelitian itu dapat dijadikan pertimbangan bagi produsen ponsel dalam menjalankan program take "back ponsel" di Indonesia agar sesuai dengan karakteristik konsumen Indonesia.
    
Penelitian selanjutnya perlu diarahkan untuk meneliti lebih mendalam baik pada pelaku formal maupun informal sehingga usulan perbaikan dapat diarahkan ke perubahan struktur pengelolaan RL ponsel,"
katanya.
    
Dengan demikian, kata dia, dapat dihasilkan pengembangan skenario yang juga merupakan strategi pengelolaan jaringan RL yang mampu mendukung keberadaan pelaku informal tetapi tetap aman bagi lingkungan.
    
Menurut dia, model pengelolaan RL bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan pengelolaan RL bagi sistem, wilayah atau negara yang tidak mewajibkan penerapan program "take back".
    
"Informasi tentang faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berpartisipasi dalam program 'take back' juga dapat digunakan oleh perusahaan yang menerapkan program tersebut agar sesuai dengan karakteristik konsumen sebagai pemasok sehingga aktivitas RL dapat berjalan lancar," kata Mahsanah.

(B015)
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024