Bantul upayakan semua warga difabel miliki identitas

id difabel

Bantul upayakan semua warga difabel miliki identitas

Simbol difabel (Foto vhrmedia.com)

Bantul (Antara Jogja) - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengupayakan semua warga difabel di daerah itu mempunyai identitas diri yang terdata dalam administrasi kependudukan.

"Semua warga difabel (penyadang disabilitas) Bantul harus mempunyai identitas, dan kami sedang mengupayakan untuk pendataan penduduk difabel," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Bantul Fenty Yusdayati di Bantul, Sabtu.

Menurut dia, pendataan terhadap penduduk difabel atau penyandang disabilitas di Bantul sudah dimulai sejak beberapa waktu lalu, dan hingga pekan ini sudah ada sekitar 100 warga difabel yang terdata untuk dibuatkan identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.

Ia megatakan, tidak mengetahui pasti masih ada berapa warga difabel di wilayah Bantul yang belum terdata petugas kepedudukan, namun pihaknya memprediksikan masih ada sekitar 200an orang, sehingga akan menjadi sasaran pendataan petugas.

Fenty mengatakan, pendataan difabel tidak hanya untuk kepentingan identitas diri, namun yang lebih penting mengenai jenis kecacatan fisik yang disandangnya juga didata, sehingga nantinya bisa berguna untuk menggulirkan program dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.

"Tidak hanya penduduk difabel, orang jompo, maupun orang dengan cacat fisik dan mental juga didata. Nantinya bisa jadi database untuk Dinas Sosial (Dinsos), kami upayakan punya dokumen itu, karena ini bagian dari program bupati," katanya.

Dengan demikian, kata dia, penduduk difabel, orang jompo maupun warga cacat mental akan mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP masing-masing, bahkan dilengaki dengan foto yang bersangkutan meskipun menampilkan apa adanya.

Menurut dia, selama ini belum dimilikinya identitas diri dari sebagian warga difabel maupun penyandang cacat mental lainnya, karena yang bersangkutan maupun keluarga menganggap masih belum memerlukan, sehingga enggan mengurus administrasi kependudukan ke dinas terkait.

"Bagi mereka memang belum merasa penting KTP itu, tetapi bagi SKPD itu merasa penting, karena mereka sebagai warga yang perlu terdata di data kependudukan, walaupun nanti mereka (cacat mental) tidak punya hak politik," katanya.
KR-HRI
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024