Peneliti: Pelaku wisata harus berinovasi tingkatkan kunjungan

id wisata

Peneliti: Pelaku wisata harus berinovasi tingkatkan kunjungan

Salah satu destinasi wisata baru yang masih perlu dikembangkan, grojogan sewu di Dusun Beteng, Jatimulyo, Girimulyo, Kulonprogo, DI Yogyakarta (Foto ANTARA/Andreas Fitri Atmoko/ags/16)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Para pelaku wisata harus bisa berinovasi mengangkat potensi di sekitarnya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, kata peneliti ekonomi kerakyatan dari Mubyarto Institute, Istianto Ari Wibowo.

"Ketika ada suatu potensi apa saja lebih baik digarap," kata Istianto Ari Wibowo, Kamis.

Menurut dia, inovasi tersebut perlu dilakukan pelaku wisata guna mengantisipasi sepinya wisatawan, khususnya selama musim hujan.

"Seperti wisata "Lava Tour Merapi", pada musim hujan kunjungan wistawan menurun, tetapi tetap harus ada inovasi apa saja yang bisa diangkat agar mampu menarik kunjungan wisatawan," katanya.

Ia mengatakan wisata yang perlu digarap yang tidak terlalu riskan saat hujan. Contohnya menyediakan tempat makan atau sekadar istirahat yang dikemas lebih nyaman.

"Wisata kuliner dan makanan khas wilayah setempat atau tempat istirahat dan lebih aman saat musim hujan," katanya.

Konsep inovasi dengan menggali banyak potensi dalam satu lokasi ini juga telah dilakukan di wisata "Gendol Adventure Tour" (GAT) di Jambon, Sindumartani, Ngemplak, Kabupaten Sleman.

"Kami terus mengembangkan, memakai paket-paket wisata," kata pengelola GAT, Nanang Setyoaji.

Menurut dia, menyewa Jeep maupun ATV masih terus berjalan. Wisatawan dapat berkeliling ke lereng Gunung Merapi, termasuk berunjung ke Candi Morangan, situs cagar budaya di tepi Sungai Gendol.

"Setelah mengitari jalan-jalan desa, wisatawan dapat menikmati sebuah tempat istirahat yang ditonjolkan dengan kebudayaan Jawa. Gasebo-gasebo, maupun tempat duduk dari batu dengan ukuran yang cukup besar," katanya.

Ia mengatakan, di tempat ini, wisatawan selain dapat menikmati minuman atau makanan khasnya, juga bisa sambil belajar aksara Jawa.

"Banyak tempat nongkrong atau kafe yang hanya sekadar tampilannya saja berkonsep kuno. Tapi di sini juga melestarikan budayanya. Bisa belajar aksara Jawa. Membaca maupun menulisnya," katanya.

(V001)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024