Nelayan Gunung Kidul terkendala memperoleh surat izin

id nelayan

Nelayan Gunung Kidul terkendala memperoleh surat izin

ilustrasi. (Foto ANTARA/Mamiek)

Gunung Kidul (Antara Jogja) - Nelayan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mata pencahariannya sehari-hari mengandalkan menangkap ikan terkendala memperoleh surat izin penangkapan ikan, surat izin usaha perikanan, dan surat izin persetujuan berlayar.

Tanpa surat izin itu mereka tidak bisa melaut dan menangkap ikan secara bebas. Nelayan Gunung Kidul, termasuk nelayan di provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur telah berusaha mendapatkan izin tersebut. Namun saat mengurus izin, mereka kesulitan memperolehnya.

"Kami sudah berusaha mengurus surat izin tapi kesulitan memperolehnya," kata Sugeng (32) seorang nelayan asal Gunung Kidul, belum lama ini.

Nelayan yang mengoperasikan kapal di atas lima gross ton harus memiliki berbagai surat izin. Namun bagi nelayan di Gunung Kidul, surat izin penangkapan ikan, surat izin usaha perikanan, dan surat izin persetujuan berlayar masih merupakan hal baru.

Mayoritas nelayan Gunung Kidul merupakan peralihan dari petani. Untuk menjadi nelayan mereka harus mendapat pelatihan terlebih dahulu, khususnya mengoperasikan kapal di atas 10 gross ton yang menggunakan teknologi tinggi.

Belakangan ini nelayan Gunung Kidul dikagetkan dengan penangkapan dua nelayan, yakni Sugiyanto, warga Gedangan, Malang, Jawa Timur dan Herni Saronto, warga Batang, Jawa Tengah di Pantai Sadeng Gunung Kidul.

Mereka ditangkap Polisi Air Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta saat mendaratkan ikan di Pelabuhan Sadeng karena tidak dapat menunjukkan surat resmi sehingga memunculkan pertanyaan mengapa nelayan lokal menangkap ikan di perairan Indonesia harus ditangkap.



Nelayan ditangkap

Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengakui menangkap dua kapal penangkap yang tidak memiliki dokumen sah untuk melakukan penangkapan ikan di perairan daerah setempat.

Direktur Direktorat Polisi Perairan (Dirpolair) Polda DIY Kombespol Endang Karnadi mengatakan dua kapal tersebut berukuran enam gross ton bernama "Cahaya Putra 02" dan kapal berbobot 45 gross ton bernama "Inka Mina 648". Keduanya ditangkap saat berlabuh di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gurisubo, Gunung Kidul.

"Nahkoda kedua kapal terbukti tidak memiliki dokumen sah untuk berlayar dan melakukan praktik penangkapan ikan," kata dia.

Endang menjelaskan, untuk penangkapan Kapal Cahaya Putra 02 dilakukan pada 28 Juni 2015. Kapal asal Banyuwangi, Jawa Timur tersebut diawaki oleh nahkoda Sugiantoro dan lima anak buah kapal (ABK) asal Yogyakarta.

Nahkoda beserta awak kapal yang telah memuat ikan cakalang seberat 300 kilogram senilai Rp5 juta tersebut terbukti tidak memiliki dokumen resmi di antaranya surat izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin berlayar.

Selanjutnya, untuk kapal Inka Mina 648 ditangkap pada 3 Juli 2015. Kapal asal Trenggalek, Jawa Timur tersebut diawaki nahkoda Hernosaranto dan 19 ABK asal Yogyakarta.

Kapal yang telah berhasil menangkap berbagai jenis ikan mencapai 13 ton senilai Rp64,3 juta terbukti tidak memiliki surat izin yang diharuskan pemerintah.

"Kedua kapal tersebut berasal dari luar Yogyakarta, meskipun keseluruhan ABK berasal dari Yogyakarta," kata dia.

Menurut Endang, kedua nahkoda kapal tersebut menjadi tersangka, sedangkan ABK akan dijadikan saksi. Mereka saat ini masih dalam proses penyidikan di Sub Direktorat Penegakan Hukum Dit Polair Polda DIY dan kapal-kapal disita.

Menurut Endang keduanya dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Gunung Kidul mengharapkan nelayan Sugiyanto, warga Gedangan, Malang, Jawa Timur dan Herni Saronto, warga Batang, Jawa Tengah di Pantai Sadeng dibebaskan.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Gunung Kidul Rujimanto mengatakan selama ini nelayan memang sudah diberikan sosialisasi soal surat izin yang diharuskan dimiliki nelayan namun penerbitan izin membutuhkan proses lama.

"Pada saat penangkapan memang nelayan tersebut lupa sehingga ditangkap petugas Polisi Air Polda DIY. Penangkapan mereka itu tidak di laut, tetapi sudah bersandar di Dermaga Pantai Sadeng. Kami menyayangkan, seharusnya ini masalah administrasi kenapa sampai dibawa ke pengadilan," kata dia.

Nelayan Pantai Sadeng Badri mengatakan sebenarnya nelayan sudah berusaha mengurus perlengkapan administrasi. Namun sudah tiga bulan belum keluar. Kedua temannya saat ditangkap belum melengkapi surat yang diharuskan dimiliki mereka.

"Contohnya punya saya ini sudah diajukan selama tiga bulan belum keluar izinya, susah mencarinya," katanya.

Badri mengatakan kapal ukuran 10 gross ton, izinnya tidak bisa dari Gunung Kidul. Untuk itu pemerintah memberikan bantuan kapal enam grosston. "Seluruh Indonesia izinnya dari provinsi. Untuk kabupaten tidak bisa. Apakah mau menangkapi seluruh nelayan," tandasnya.

Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan membantu mencarikan surat izin penangkapan ikan, surat izin usaha perikanan, dan surat persetujuan berlayar agar kejadian penangkapan dua nelayan Pantai Sadeng tidak terulang kembali.

"Kami akan meminta Dinas Kelautan dan Perikanan menindaklanjuti masalah itu dan membantu pengurusan surat izin penangkapan ikan," kata Sekda Kabupaten Gunung Kidul Budi Martono.

Ia mengatakan kasus dua nelayan Sugiyantoro dan Herni Saronto, yang ditangkap Polair Polda DIY pada 28 Juni 2015 dan 3 Juli 2015 di Pantai Sadeng, Girisubo, menjadi pembelajaran bersama untuk meningkatkan pelayanan pemerintah.

"Kasus itu menjadi pembelajaran kita semua," katanya.

Budi berharap data kapal milik nelayan DIY harus benar-benar jelas sehingga pemerintah daerah akan mudah mencarikan perizinan. "Jangan sampai nelayan ditangkap lagi karena menangkap ikan secara ilegal," katanya.
KR-STR
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024