Pemda diharapkan peka potensi kekerasan bernuansa agama

id UII

Pemda diharapkan peka potensi kekerasan bernuansa agama

UII (Foto Istimewa) (istimewa)

Jogja (Antara Jogja) - Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Yogyakarta mengharapkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meningkatkan kepekaan terhadap potensi munculnya berbagai tindak kekerasan bernuansa agama.

Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) Eko Riyadi di Yogyakarta, Rabu, menilai hingga saat ini Pemda DIY serta aparat kepolisian belum optimal dalam menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat terhadap potensi kasus kekerasan bernuansa agama.

"Kami melihat pemda serta Kepolisian kurang peka dan masih gamang setiap menghadapi potensi kekerasan bernuansa agama," kata Eko di sela pemaparan hasil penelitian Pusham UII mengenai peninjauan kapasitas peran Pemda dan Kepolisian dalam perlindungan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di DIY.

Menurut Eko, kendati konflik bernuansa agama di DIY banyak terjadi, namun sebagian besar tidak semata-mata disebabkan unsur agama. Konflik justru disebabkan faktor kepentingan yang berkaitan dengan politik dan ekonomi.

"Kami bahkan meyakini konflik yang benar-benar disebabkan agama di DIY itu tidak ada, yang ada hanyalah konflik kepentingan yang dibuat seolah-olah seperti konflik agama," kata dia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahid Istitute sepanjang 2014, Yogyakarta menempati peringkat kedua tingkat intoleransi tertinggi di Indonesia , dengan 21 kasus intoleransi dan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Dengan melihat hasil penelitian tersebut, menurut Eko, maka Pemda dan Kepolisian di tingkat Provinsi, dan Kabupaten memiliki kewajiban untuk mencegah, melindungi, dan menyelesaikan, kasus-kasus kekerasan atas nama agama tersebut.

Pemda dan Kepolisian, menurut dia, juga memiliki kewajiban untuk memperlihatkan keberpihakan terhadap prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan pada level daerah.

"Sebelum eskalasi kasusnya belum memiliki level nasional, maka menjadi kewajiban daerah masing-masing untuk menangani," kata dia.

Guna mendukung tingkat kepekaan itu, menurut Eko, Pemda seharusnya lebih mengoptimalkan peran Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) setempat.

"Kesbangpolinmas jangan samapai hanya diperankan dalam kegiatan penggusuran atau penertiban represif lainnya," kata dia.

(L007)
Pewarta :
Editor: Hery Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2024