Sultan tegaskan tidak ada pembatalan pembangunan bandara

id sultan tegaskan tidak

Sultan tegaskan tidak ada pembatalan pembangunan bandara

Ilustrasi (Foto Istimewa)

Jogja (Antara Jogja) - Rencana pembangunan bandar udara atau bandara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tetap berlanjut, tidak ada pembatalan.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X menegaskan rencana pembangunan bandara itu berlanjut, meskipun ada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Paguyuban Wahana Tri Tunggal.

"Tidak ada putusan yang menyatakan bandara dibatalkan. Artinya, rencana pembangunan bandara tetap jalan," kata Sultan usai Syawalan dan Silaturrahim dengan masyarakat Kabupaten Kulon Progo, Kamis (30/7).

Bahkan, Sultan mengatakan Pemda DIY optimistis akan memenangkan kasasi di Mahkamah Agung (MA). "Kami optimistis. Yang sidang hanya aspek administrasi," katanya.

Sementara Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan pemkab terus melakukan pendekatan kepada masyarakat yang belum setuju dengan rencana pembangunan bandara. "Sehingga, ketika ada 40 warga yang mengajukan gugatan ke PTUN, kemudian ada sekitar 150, meski dalam catatan ada 202, tetapi ada sekitar 50 tidak keberatan. Tetapi, itu di dalam nota catatan, karena saat konsultasi publik belum setuju. Kami terus melakukan pendekatan terhadap 150 warga yang belum setuju," katanya.

Hasto mengatakan dirinya sering bertemu dengan kelompok-kelompok warga yang belum setuju atas rencana pembangunan bandara, dan secara perlahan-lahan dilakukan pendekatan. Ini dilakukan secara berkelanjutan.

Menurut dia, tafsir terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tentang pengembangan Bandara Adisutjipto ini sifatnya bisa diperdebatkan, serta masih dapat diperjuangkan.

Selain itu, kata bupati, Perda RTRW memang sudah waktunya diperbaiki atau ditinjau ulang. "Ini masalah administrasi, yang sebenarnya bisa diselesaikan secara administrasi pula, dalam arti RTRW-nya harus ditinjau ulang. Sehingga RTRW bisa sesuai dengan Izin Penetapan Lokasi (IPL) bandara," kata Hasto.

Terkait dengan rencana pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo, Gubernur DIY Sultan HB X meminta pemkab setempat mengecek kondisi sektor riil di lapangan, guna mengantisipasi pembangunan sarana penerbangan yang termasuk megaproyek itu.

"Megaproyek bandara akan memberikan dorongan besar di sektor pertambangan, konstruksi, dan infrastruktur yang didukung jaringan kereta api sebagai konektivitas transportasi," kata Sultan.

Gubernur mengatakan rencananya pembangunan bandara di Kulon Progo termasuk tipe bandara transit internasional. Hingga saat ini, fungsi bandara telah bergeser dari bandara tujuan ke bandara transit, sekaligus menjadi kawasan bisnis "aero-metropolitan", dan "airport city".

"Bandara akan membawa `multiplier effects` ke sektor hulu dan hilir, serta terciptanya beragam jenis usaha baru yang menuntut lapangan kerja baru," ujarnya.

Untuk itu, Sultan meminta aparatur pemerintah dan kalangan usahawan harus bersama-sama merintis penyiapan sumber daya manusia yang profesional, sehingga mampu mengisi jabatan dengan standar profesi yang memerlukan spesialisasi kompetensi.

"Kalau hal ini tidak disiapkan sejak sekarang, peluang bisnis dan lowongan kerja yang tercipta hanya akan terisi oleh perusahaan-perusahaan dan kalangan profesional asing. Hal ini mengingat, pada akhir 2015 kita sudah akan memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA)," tandasnya.

Menurut Sultan, pemkab harus mengerahkan pemanfaatan sumber daya secara efisien dan efektif. Peran pengarah ini adalah dengan mengelompokkan investasi apa saja yang perlu dilindungi guna memperkuat ketahahan daerah.

"Investasi mana saja yang perlu dibantu sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat yang menjamin dan terwujudnya pemerataan pembangunan, dengan menyediakan infrastruktur ekonomi yang diperlukan," ujar Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.

Selain itu, ia mengatakan pemkab harus menginventarisasi investasi yang perlu didorong karena punya dampak ganda bagi ekonomi daerah, sehingga perlu diberi insentif. Sedangkan peran pengawasan adalah dalam pengendalian penggunaan sumber daya.

Perwujudannya, menurut gubernur, adalah investasi yang perlu dibatasi, karena menguras sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. "Pemkab harus menetapkan investasi apa yang dilarang karena memberikan dampak buruk terhadap masyarakat," kata dia.

Hal terpenting untuk menghadapi proyek bandara, menurut Sultan adalah menetapkan prioritas yang transparan dan konsisten investasi apa yang diizinkan, dianjurkan, dan dilarang, yang boleh dilakukan asing, investasi yang diperuntukkan bagi UKM dan koperasi maupun BUMD, serta investasi yang harus dengan kemitraan.
"Peran pengaturan ini harus ditinjau ulang secara berkala agar sesuai dengan perkembangan ekonomi masyarakat," kata Sultan HB X.

                                                                 Cari Solusinya

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan berharap pemerintah daerah dapat mencarikan solusinya terkait dengan permasalahan yang muncul dalam rencana pembangunan bandara di Kulon Progo.

Ia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah mengenai kelanjutan rencana pembangunan bandara baru tersebut. Menurut menhub, ini mengingat ke depan Bandara Adisutjipto sudah tidak akan mampu menampung aktivitas penerbangan yang ada.

"Bandara Adisutjipto sudah sangat penuh, sehingga harus ada alternatif pembangunan bandara baru. Untuk itu, semua kami serahkan kepada Pemda DIY," kata Jonan di Sleman, DIY, 21 Juli lalu.

Menhub mengatakan harus ada jalan keluar agar rencana tersebut bisa terealisir. "Terkait rencana pembangunan bandara di Kulon Progo ternyata ada penolakan dari sebagian masyarakat setempat. Kini semua terserah Pemda DIY, setelah kemarin kalah dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta, apakah menempuh langkah mengajukan banding, atau mau mencari lokasi baru. Pokoknya semua terserah Pemda DIY," tandasnya.

Ia mengatkan Bandara Internasional Adisutjipto sudah terlalu padat, dan tidak mampu menampung kegiatan penerbangan komersil. "Jadi ya memang harus ada bandara baru. Bandara Adisutjipto Yogyakarta nantinya untuk keperluan penerbangan yang lain, yakni untuk Sekolah Penerbangan TNI AU," kata menhub.

Menurut Jonan, sementara ini yang perlu dilakukan adalah menata kawasan Bandara Adisutjipto dengan menambah luasan area publik, karena terminal yang ada sudah terlalu padat.

"Ruang publik harus diperbanyak agar lebih luas, dan calon penumpang bisa lebih nyaman. Jangan sisi komersilnya yang dikembangkan, jadi toko-toko atau gerai-gerai yang ada di Bandara Adisutjipto dikurangi, dan dijadikan area publik," katanya.

Sementara itu Direktur Operasional PT Angkasa Pura I Pusat Yusan Sayuti mengatakan pengoperasian Terminal B Bandara Adisutjipto masih menunggu uji teknis, terutama untuk "stand" parkir pesawat. "Ini masih akan dilakukan uji kekuatan `stand` parkir pesawat. Setelah semua teruji dan kuat, maka akan segera kami ajukan permohonan izin operasional ke Kementerian Perhubungan," katanya.

Pembangunan Terminal B di Bandara Adisutjipto Yogyakarta yang sebelumnya ditargetkan dapat dioperasikan pada Juli 2015 untuk menunjang arus mudik Lebaran, terpaksa mundur karena adanya beberapa kendala.

Ia mengatakan bangunan Terminal B yang memiliki luas 6.000 meter persegi itu memang sebelumnya direncanakan mulai dioperasikan pada arus mudik dan arus balik Lebaran 2015.

"Sebenarnya tujuan pembangunan Terminal B ini untuk mengurai kepadatan penumpang maupun calon penumpang di Bandara Adisutjipto. Operasional Terminal B terpaksa mundur sekitar tiga bulan, sehingga tidak dapat digunakan saat arus mudik maupun arus balik Lebaran," kata Menhub.

Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta menilai pembangunan bandara internasional yang baru itu nanti merupakan kunci untuk mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara ke daerah ini. "Kuncinya ya pembangunan bandara internasional," kata Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata DIY Imam Patandi.

Imam mengatakan dengan kondisi Bandara Adisutjipto seperti saat ini, banyak pesawat besar pengangkut calon wisatawan batal mendarat di Yogyakarta, karena kapasitas bandara yang terbatas. Dengan minimnya daya tampung bandara, banyak jalur penerbangan yang dibatasi.

Menurut dia, hingga saat ini rata-rata wisatawan mancanegara yang melakukan penerbangan langsung ke Yogyakarta hanya 3,33 persen. Selebihnya merupakan wisatawan yang sebelumnya telah melakukan aktivitas wisata di Bali dan Jakarta.

"Wisatawan mancanegara yang berangkat dari Jakarta, baru melakukan perjalanan ke Yogyakarta 33,3 persen," kata Imam yang mantan kepala bidang kerja sama Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) DIY ini.

Oleh sebab itu, ujar dia, pembangunan bandara internasional baru di DIY merupakan kebutuhan mendasar yang harus segera terealisasi, terlepas lokasinya di Kabupaten Kulon Progo atau wilayah lainnya.

Ia menilai, kualitas pariwisata di DIY tidak kalah jauh dibandingkan dengan wisata di Jakarta dan Bali, sehingga seharusnya memiliki tingkat kunjungan yang tidak jauh berbeda. "Bukan kualitas wisatanya yang bermasalah, namun kapasitas infrastrukturnya yang memang belum mendukung," katanya.

Dispar DIY telah menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2015 meningkat 10 persen dibanding 2014 yang mencapai 254.213 orang.

                                                                         Mencabut SK IPL

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta meminta Gubernur DIY mencabut Surat Keputusan tentang Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara baru di Kabupaten Kulon Progo sebagaimana putusan PTUN.

"Kami meminta kepada gubernur untuk segera mencabut Surat Keputusan Nomor 68/Kep/2015 tentang IPL Pembangunan Bandara Baru tersebut," kata Ketua Tim Pendampingan Hukum LBH Yogyakarta untuk warga Kulon Progo yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) Rizky Fatahillah di Yogyakarta, Rabu (1/7) lalu.

Dia mengatakan putusan PTUN pada 23 Juni 2015 yang mengabulkan tuntutan WTT atas IPL Gubernur telah membuktikan bahwa pembangunan bandara baru di Kulon Progo cenderung dipaksakan.

Menurut dia, saksi ahli yang dihadirkan oleh Pemda DIY, Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah-BPN RI Noor Marzuki dalam keterangannya di PTUN telah menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan tata ruang yang menjadi peraturan turunan secara hierarkis dari mulai tingkat nasional harus singkron dengan peraturan tata ruang yang ada di wilayah kabupaten/kota sesuai asas keterpaduan.

Sehingga, menurut dia, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 tantang RTRW Kulonprogo tidak dapat dijadikan satu-satunya pijakan pemberlakuan IPL bandara.

Apalagi, perundang-undangan tingkat nasional sampai dengan provinsi hanya menyebutkan pengembangan Bandara Adisutjipto dan Bandara Adi Sumarmo sebagai satu sistem jaringan transportasi udara wilayah DIY-Jawa Tengah. "Tanpa disebutkan pembangunan bandara baru, terlebih di Kulon Progo," kata dia.

Ia juga mengatakan persoalan pembangunan bandara di Kulon Progo juga bukan persoalan intepretasi bahasa hukum antara kata "pembangunan" dan "pengembangan" dalam Perda RTRW.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024