LPSK : korban kejahatan mendapatkan rehabilitasi sosial

id lpsk

LPSK : korban kejahatan mendapatkan rehabilitasi sosial

Penandatanganan MoU oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Harsoyo dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (Foto istimewa.UII/Bshadi)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Korban kejahatan kini tidak hanya mendapat jaminan rehabilitasi medis, psikologi, dan materi, tetapi juga rehabilitasi sosial, kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai.

"Maksudnya, negara menjamin korban kejahatan akan mendapatkan rehabilitasi sosial sehingga mereka dapat kembali kepada rutinitasnya dan tidak kehilangan masa depan," katanya di Yogyakarta, Sabtu.

Pada sosialisasi UU Nomor 31 Tahun 2014 perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta penandatangan MoU antara LPSK dengan Universitas Islam Indonesia (UII), ia mengatakan kebutuhan atas perlindungan dan dukungan bagi saksi maupun korban merupakan hal yang tidak dapat ditawar.

Menurut dia, dukungan melalui kerja sama dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait sangat penting untuk mengoptimalisasikan pemenuhan hak bagi saksi dan korban.

"Terbentuknya `networking` atau kerja sama antara unsur penegak hukum dan `stakeholder` dibutuhkan untuk melahirkan suatu strategi baru dalam penegakan hukum melalui perlindungan saksi dan korban kejahatan," katanya.

Ia mengatakan LPSK terus menjalin kerja sama dengan berbagai instansi terkait dalam upaya merangkul banyaknya permohonan perlindungan yang datang dari penjuru nusantara.

"Hal itu didorong adanya kesadaran dibutuhkannya kolaborasi dan persepsi bersama dalam pemberian hak-hak kepada saksi dan korban," katanya.

Dalam upaya penegakan hukum, kata dia, peran saksi maupun korban kejahatan sangat penting untuk mengungkap kebenaran. Melalui kesaksian mereka, aparat penegak hukum dapat membawa pelaku kejahatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sehingga keadilan dapat ditegakkan.

Meskipun demikian, saksi dan korban justru sering kurang mendapatkan keadilan karena hak-haknya cenderung diabaikan dalam proses peradilan pidana. Bahkan tidak jarang mereka mendapat intimidasi dan terancam keselamatannya akibat kesaksian yang mereka berikan.

Oleh karena itu, menurut dia, diperlukan adanya mekanisme yang dapat memberikan jaminan pemenuhan hak bagi saksi dan korban. Peran inilah yang dijalankan oleh LPSK.

"Dalam menjalankan perannya tersebut, LPSK membutuhkan dukungan berbagai unsur masyarakat termasuk perguruan tinggi. Perguruan tinggi diharapkan menjadi mitra strategis untuk memaksimalkan upaya pemenuhan hak saksi dan korban," kata Abdul Haris.

Rektor UII Harsoyo mengatakan penandatanganan MoU antara UII dengan LPSK merupakan bentuk sinergisitas lembaga independen dan institusi pendidikan dalam mendorong pemajuan hak saksi dan korban kejahatan.

Menurut dia, UII dan LPSK telah cukup lama menjalin kerja sama. UII siap mendukung LPSK dalam upaya sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat tentang pemenuhan hak saksi dan korban.

"Kami siap mensosialisasikan adanya UU Nomor 31 Tahun 2014 sebagai payung hukum perlindungan saksi dan korban. Sejak dulu UII dikenal aktif memberikan bantuan hukum bagi saksi maupun korban tindak pidana khususnya dari golongan masyarakat marginal," kata Harsoyo. ***2***

(B015)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024