Jogja (Antara Jogja) - Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan pergantian gelar yang disandangnya yang sebelumnya tercakup dalam isi sabda raja yang dikeluarkan pada 30 April 2015.
Sri Sultan yang mengenakan kemeja batik duduk bersila didampingi istri, GKR Hemas, menjelaskan ihwal pergantian gelar yang disandangnya di hadapan masyarakat dari berbagai daerah di Dalem Wironegaran yang merupakan kediaman putri pertamanya, GKR Mangkubumi, Jumat sore.
Sultan mengatakan, sejak sabda raja tersebut dikeluarkan, gelar yang disandangnya berubah menjadi "Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgeng Ing Bawono Langgeng, Langgeng Ing Toto Panoto Gomo".
Gelar itu mengubah gelar sebelumnya yakni "Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat".
Menurut Sultan, pergantian nama itu merupakan "dawuh" atau perintah dari Allah Swt melalui leluluhurnya. Dengan demikian tidak bisa dibantah, dan hanya bisa menjalankan saja. "Dawuh itu mendadak. Kewenangan Gusti Allah dan tidak diperbolehkan dibantah," kata dia.
Adapun gelar "Buwono" menjadi "Bawono", dia menjelaskan, "Buwono" memiliki arti jagad kecil sementara "Bawono" memiliki arti jagad besar. "Kalau disebut Buwono daerah, ya Bawono berarti nasional. Kalau Buwono disebut nasional, Bawono berarti internasional," kata dia.
Selanjutnya, perubahan "kaping sedoso" menjadi "kasepuluh" adalah untuk menunjukkan urutan. Sebab "kaping" memiliki arti hitungan tambahan, bukan "lir gumanti" (urutan)."Seperti "kapisan" (pertama), "kapindo" (kedua), "katelu" (ketiga) dan seterusnya. Jadi tidak bisa "kaping sedoso" karena dasarnya "lir gumanti", kata dia.
Sementara itu, tambahan "Suryaning Mataram" menunjukkan berakhirnya perjanjian Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring yang merupakan periode mataram lama dari zaman Kerajaan Singasari sampai Kerajaan Pajang. Sementara mulai zaman Kerajaan Mataram dengan Raja Panembahan Senapati hingga Kerajaan Ngayogyakarta saat ini merupakan Mataram baru.
Adapun penggantian "Kalifatullah Sayidin" diganti "Langgeng Ing Toto Panoto Gomo" adalah menunjukkan berlanjutnya tatanan agama Allah di jagad." Hanya itu yang bisa saya artikan, kalau lebih dari itu nanti jadi ngarang sendiri dan belum tentu benar. Saya hanya sekadar menyampaikan "dawuh"," kata dia.
(L007)
Berita Lainnya
Sultan minta Kulon Progo perketat investasi di kawasan Bandara YIA
Senin, 22 April 2024 20:32 Wib
Sultan mengajak semua berbagi inspirasi untuk pembangunan Kulon Progo
Senin, 22 April 2024 20:31 Wib
Sultan HB X minta warga Yogyakarta jadi subjek pelestarian Sumbu Filosofi
Sabtu, 20 April 2024 3:22 Wib
Ribuan warga hadiri "open house" Sri Sultan HB X di Kepatihan Yogyakarta
Selasa, 16 April 2024 12:51 Wib
Pemda DIY mengundang masyarakat hadiri "Open House" Sultan HB X
Minggu, 14 April 2024 17:03 Wib
Menparekraf: Aceh perlu akses transportasi pendukung wisata
Selasa, 2 April 2024 5:24 Wib
Sultan HB X: Kepemimpinan di TNI butuh "political will"
Rabu, 20 Maret 2024 23:33 Wib
Pemda DIY mengupayakan perbaikan Jalan Godean dimulai April 2024
Selasa, 19 Maret 2024 22:38 Wib