Sentralisasi dinamis dinilai penting dalam pengintegrasian Jamkesda-JKN

id sentralisasi dinamis dinilai

Sentralisasi dinamis dinilai penting dalam pengintegrasian Jamkesda-JKN

Jamkesda (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Konsep sentralisasi dinamis penting dalam pengintegrasian program Jaminan Kesehatan Daerah ke Jaminan Kesehatan Nasional, kata mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Supriyantoro.

"Konsep sentralisasi dinamis memberikan peluang yang lebih besar kepada daerah dalam kebijakan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," katanya usai ujian promosi doktor di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, sentralisasi merupakan upaya integrasi kebijakan Jamkesda ke dalam JKN yang dilakukan dengan mengalihkan tanggung jawab daerah dalam perencanaan, pembiayaan, dan manajemen kesehatan publik dari pemerintah daerah ke unit pemerintah pusat.

"Hal itu dilakukan secara dinamis dengan memberikan peluang bagi daerah dalam pengambilan keputusan terkait JKN," katanya.

Ia mengatakan dalam konsep sentralisasi dinamis yang digagasnya itu semua kegiatan pengelolaan, pengendalian, dan pembiayaan dilakukan terpusat, tetapi indikator ke tiga hal tersebut telah disepakati sebelumnya dengan daerah yang terintegrasi.

Selain itu, paket manfaat juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan mengoptimalkan manfaat promotif preventif. "Penentuan penerima bantuan iuran (PBI) dan tarif dilakukan secara dinamis dengan melibatkan daerah. Namun penentuan tetap mengacu pada standar nasional dan regulasi lain yang ada," katanya.

Menurut dia, dari penelitian yang dilakukan di 33 provinsi Indonesia diketahui umumnya penyelenggaraan Jamkesda oleh daerah sebesar 35 persen, kemudian dikelola oleh PT Askes atau pihak ketiga 33,8 persen, dan gabungan pemerintah daerah dengan PT Askes 1,7 persen.

"Adanya perubahan PT Askes menjadi BPJS per 1 Januari 2014 akan memudahkan proses integrasi ke JKN apabila daerah memiliki kemampuan fiskal yang mencukupi," katanya.

Terkait pola pembiayaan, kata dia, ada 14 provinsi (42,42 persen) yang besaran pembiayaan masih ditanggung sepenuhnya oleh daerah masing-masing.

Menurut dia, hanya satu provinsi (3,03 persen) yang seluruh pembiayaan ditanggung oleh provinsi. Selain itu terdapat perbedaan kemampuan "cost sharing" setiap daerah.

Ada enam provinsi (18,18 persen) yang porsi "cost sharing" lebih besar ditanggung provinsi daripada kabupaten/kota, kemudian porsi lebih kecil ditanggung provinsi ada delapan provinsi (24,24 persen).

Sisanya empat provinsi (12,12 persen) membagi porsi jumlah "cost sharing" secara berimbang antara provinsi dengan kabupaten/kota. "Ada potensi perbedaan kepentingan antara provinsi dan daerah saat pengintegrasian jamkesda ke JKN," kata Supriyantoro.

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024