Akademisi: MEA momentum tingkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia

id akademisi: mea momentum

Akademisi: MEA momentum tingkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia

Erwan Agus Purwanto (Foto opensciencemeeting.org)

Jogja (Antara Jogja) - Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dapat menjadi momentum meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mendorong produktivitas dan konektivitas barang dan jasa, kata dosen Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto.

"Populasi masyarakat ASEAN yang mencapai 620 juta jiwa, tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,7 persen, dan nilai perdagangan mencapai 2,4 triliun dolar AS tidak sekadar peluang, tetapi juga dapat memberikan manfaat lebih bagi masyarakat," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Pada konferensi ASEAN Studies 2014, ia mengatakan pasar bebas ASEAN nanti dapat memberi manfaat langsung bagi rakyat dengan memanfaatkan banyaknya peluang baru dalam bidang ekonomi.

Menurut dia, mobilisasi dan tranportasi barang, modal, dan sumber daya manusia antarnegara ASEAN harus sesuai dengan aturan yang telah disepakati para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara tersebut.

"Aturan bersama itu sebagai instrumen dalam menghadapi persaingan global. Momentum integrasi ekonomi regional itu untuk kemajuan bersama bukan untuk kemajuan bangsa masing-masing," kata Dekan Fisipol UGM itu.

Dirjen Bidang Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri I Gusti Agung Wesaka Puja mengatakan pasar bebas ASEAN menjadi kekuatan pendorong bagi terus terciptanya perdamaian dan kemakmuran di kawasan tersebut.

"Satu dekade terakhir relatif damai dan terjaga stabilitasnya," katanya.

Direktur Eksekutif Asia Studies Center Chulalongkorn University, Thailand, Suthipand Chirathivat mengatakan pertumbuhan ekonomi rata-rata 10 negara ASEAN berkisar lebih dari empat persen.

Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand tumbuh pada tingkat lebih lambat tetapi tetap memuaskan. Komboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru dengan tingkat pertumbuhan 5-8 persen.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang di atas pertumbuhan ekonomi global itu tetap berisiko dan mengalami perlambatan karena bergantung pada pergerakan arus modal dan fluktuasi nilai tukar, serta nilai ekspor impor.
"Bahkan juga diwarnai dengan risiko kondisi politik dalam negeri dan keterlambatan pembangunan infrastruktur," katanya.

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024