Populasi Anoa di TN Kore Lindu terus berkurang

id anoa tn lore

Populasi Anoa di TN Kore Lindu terus berkurang

Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini (dishut.gunungmaskab.go.id)

Palu (Antara Jogja) - Populasi anoa (bubalus), salah satu satwa endemik yang dilindungi di Kawasan Taman Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dalam beberapa kurun waktu terakhir ini terus berkurang karena terus diburu masyarakat.

"Dahulu populasi satwa yang hanya ada di Pulau Sulawesi itu masih mencapai sekitar 1.000 ekor, tapi hasil penelitian pada 2013 tinggal 140 ekor," kata Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar TNLL, Yulianto di Palu, Selasa.

Perburuan terhadap satwa langka tersebut oleh masyarakat yang berada di sekitar Kawasan Taman Nasional di beberapa titik sebaran habitat yang mirip banteng kecil itu terus terjadi.

Informasi dari masyarakat, satwa tersebut diburu  hanya untuk dikonsumsi sendiri. "Bukan untuk kepentingan diperniagakan," kata Yulianto.

Menurut sejumlah warga di Desa Doda, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, anoa pada era 70 sampai 80an sering masuk kampung.

Dan saat satwa itu masuk kampung, warga dengan mudah bisa menangkapnya. "Tetapi sekarang ini, habitan anoa semakin jauh berada di dalam kawasan hutan di wilayah itu," katanya.

Anoa yang ada di TNLL terdiri atas dua jenis, yaitu yang bulunya hitam (bubalus quarlessi) dan yang bulucnya coklat (bubalus capricornus).

Ia menjelaskan anoa berbulu hitam kebanyakan hidup dan berkembang di dataran rendah dan berusuhu suhu cukup dingin.

Sementara anoa berwarna coklat yang tubuhnya agak lebih kecil memilih hidup dan berkembangbiak di dataran tinggi yang jauh dari jangkauan manusia.

Perkembangbiakan anoa hampir sama seperti sapi biasa dengan masa kehamilan enam hingga delapan bulan. Jika dalam keadaan sehat, anoa bisa melahirkan dua ekor anak.

Sebelum tahun 1970-an, satwa langka itu banyak ditemukan di hutan perawan dataran Lindu, Kulawi, Gimpu, dan Palolo (Kabupaten Sigi) serta dataran Napu di Kecamatan Lore Utara, Lore Tengah, Lore Barat dan Lore Selatan (Kabupaten Poso).

Yulianto mengatakan dalam rangka mengantisipasi semakin langkanya satwa tersebut di dalam Kawasan Taman Nasional, pihak TNLL terus gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang ada di sekitar kawasan.

"Kami membuat poster-poster anoa dan papan informasi untuk kemudian di pasang pada titik-titik habitat anoa," katanya.

Juga meminta bantuan kepada lembaga-lembaga adat setempat agar masyarakat tidak lagi memburu satwa yang dilindungi tersebut.

Dia berharap upaya-upaya yang telah dan terus dilakukan pihak TNLL untuk melindungi keberadaan anoa di dalam Kawasan Taman Nasional dapat membuahkan hasil guna meningkatkan populasi anoa.  

Sango (65), seorang warga di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi mengatakan sekitar 1970 satwa langka yang memiliki tinggi badan berkisar 80-100 Cm dengan berat bisa mencapai 300 Kilogram itu sering terlihat di dalam kawasan TNLL di wilayah itu.

 Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini, masyarakat yang bermukim di Dataran Tinggi Lindu sangat jarang melihat lagi anoa.

 "Ini dikarenakan habitat anoa di TNLL terus terusik perambah hutan, selain serig diburu warga untuk mendapatkan dagingnya guna dikonsumsi sendiri," katanya.

Ia mengatakan anoa dataran tinggi maupun dataran rendah menyukai daun muda yang mengandung garam. Begitu pula air yang sedikit mengandung garam. Anoa juga suka menyantap lumut-lumut yang hidup di batang pepohonan dan batu-batuan.

Dia juga berharap masyarakat yang bermukim di sekitar Kawasan Taman Nasional tidak lagi memburu satwa endemik Sulawesi itu.(BK03/)
    

Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024