LSM Yogyakarta minta Polda hentikan proses pidana Florence

id florence

LSM Yogyakarta minta Polda hentikan proses pidana Florence

Florence Sihombing (Foto jrsvicky.blogspot.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat di Yogyakarta meminta Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menghentikan proses pidana Florence Sihombing yang diduga mencemarkan nama baik warga Yogyakarta atas statemennya di media sosial.

Pernyataan itu disampaikan sejumlah LSM di antaranya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, LBH Pers, Komisi Masyarakat Informasi Publik Yogyakarta (KMIPY), serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dalam jumpa Pers di Yogyakarta, Selasa.

"Kami menilai tindakan Polda DIY yang bersikeras akan menindaklanjuti kasus ini sudah berlebihan. Masih banyak kasus lain yang lebih urgen yang belum terselesaikan," kata Ketua LBH Yogyakarta Syamsuddin Nurseha.

Sikap Polda DIY untuk melanjutkan kasus tersebut, menurut dia, telah bertentangan dengan asa "ultimatum remedium" dalam hukum pidana. Pidana merupakan sarana terakhir apabila sanksi lain dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

"Dalam hal ini perlu juga diingat bahwa prinsip pemidanaan bukanlah balas dendam tetapi lebih ke arah perbaikan keadaan masyarakat yang telah rusak akibat tindakan pidana tersebut," kata dia.

Selanjutnya, Menurut dia, Kepolisian juga harus lebih bijak dalam menerapkan Pasal 28 ayat 2 jo 45 ayat 2 Undang-Undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menjerat kasus tersebut.

Pengimplementasian UU ITE tanpa dilandasi pertimbangan kemanfaatan, justru akan berpotensi memasung hak asasi manusia.

Selain itu, mendudukkan UU ITE secara tidak bijak, justru memunculkan kekhawatiran bahwa pasal dalam UU tersebut akan digunakan sebagai pasal karet untuk menjerat siapapun tidak hanya aktivis dan jurnalis, namun juga dapat menjerat masyarakat yang bersikap kritis.

"Kami lihat asas kemanfaatannya sangat sedikit, dan asas keadilannya juga sangat sedikit yang justru akan menjadi preseden untuk mengkriminalisasikan siapapun yang memiliki pemikiran kritis. Ini sangat kontraproduktif terhadap laju demokrasi di Indonesia," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Masyarakat Informasi Publik Yogyakarta (KMIPY), Faried Bambang Siswantoro mengatakan seharusnya kepolisian lebih bertindak agresif terhadap kasus-kasus lain yang lebih besar dan belum dituntaskan.

"Justru kasus pembunuhan wartawan Udin, kasus penyerangan kantor LKis Yogyakarta, serta kasus serangan fisik, serta pelanggaran HAM lainnya, sampai sekarang cenderung didiamkan saja," kata dia.

Ia membenarkan bahwa tindakan yang dilakukan Florence melalui media sosial telah menerjang nilai kesopanan dan budi pekerti yang selama ini dijunjung tinggi, namun di sisi lain banyak kasus penyerobotan antrian pemberangkatan haji oleh kaum elitis justru didiamkan saja.

"Kenapa kasus Florence didahulukan, dari pada kasus lain yang lebih urgen seperti banyaknya pejabat yang menyerobot daftar tunggu haji," kata dia.

Polda DIY Yogyakarta telah menetapkan Florence sebagai tersangka pada Sabtu (30/8). Mahasiswi S2 UGM itu diancam Pasal 311 KUHP Pasal 28 Ayat 2 Tahun 2008 tentang pencemaran nama baik, serta Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024