Jogja (Antara Jogja) - Sikap calon presiden Prabowo Subianto yang mengundurkan diri dan menolak pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 tidak dapat membatalkan hasil akhir pemungutan suara yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum, kata seorang pakar hukum.
"Pengunduran hanya akan berpengaruh ketika dilakukan sebelum ada pengesahan pencalonan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 dan tidak ikut dalam kampanye selama satu bulan," kata pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Jawahir Thontowi di Yogyakarta, Selasa.
Dengan demikian, kata dia, hasil Pilpres 2014 yang diumumkan KPU akan tetap melahirkan seorang presiden dan wakilnya yang sah tanpa akan terganggu oleh keberatan salah satu pihak yang diperkirakan kalah.
"Secara demokrasi substantif, hasil pemungutan suara Pilpres 2014 telah menemui persyaratan sebagaimana diamanahkan konstitusi khususnya pasal 6A ayat 3," kata dosen Fakultas Hukum UII itu.
Menurut dia, secara demokrasi prosedural, KPU, Bawaslu dan institusi pemerintahan dari tingkat pusat dan daerah telah melaksanakan tugas pilpres jujur, rahasia, dan berkeadilan dengan dilandaskan pada asas keterbukaan, kinerja terukur, keseimbangan dan keadilan, dan bertanggung jawab.
"Terhadap asas-asas tersebut, dalam perjalanannya, KPU dan Bawaslu telah melakukan segala upaya optimal termasuk mendengar berbagai krkitik dan melakukan perbaikan dan penyempurnaan ketika surat suara rusak dan akta daftar keluarga C1," katanya.
Ia mengatakan ketika pihak Prabowo menuntut adanya ketidakadilan sebagai akibat adanya kecurangan dilakukan pihak-pihak tertentu, sesungguhnya isu-isu hukumnya yang timbul dapat dikelompokkan ke dalam dua isu hukum utama.
Pertama, jika pihak penggugat sudah merasa ada perlakuan yang tidak fair dan bahkan kecurangan, pelanggaran dan atau kejahatan demokrasi, sesungguhnya sejak awal sudah dapat membawanya ke dalam ranah pelanggaran dan atau kejahatan pidana.
"Jika hal tersebut ditemukan sebelum penghitungan suara, hal tersebut akan jauh lebih baik dan akan berdampak pada hasil pemungutan suara," katanya.
Kedua, jika penggugat merasa dirugikan dalam hal adanya penggelembungan suara atau kecurangan lain berakibat ketimpangan suara diraih tidak sesuai dengan harapan, MK adalah tempat penyelesaiannya.
Menurut dia, apa pun yang terjadi dari hasil pengumuman KPU, jika masyarkat Indonesia sebagai masyarakat yang beradab dengan indikator demokrasi yang semakin berkualitas, sikap menerima, menghormati, dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia harus lebih diutamakan ketimbang membuang waktu untuk mempertaruhkan harga diri bangsa.
Oleh karena itu, kepada elit-elit politik, pemimpin formal dan non-formal, saat ini momentum untuk memperlihatkan teladan menjadi kesatria, teladan untuk menjadi pemaaf, teladan untuk merasa bahwa Bangsa Indonesia adalah rumah yang harus dirawat bersama.
"Jika elit-elit memberikan perilaku sebaliknya, bangsa ini akan sangat susah menjadi bangsa yang besar karena elit-elit lebih suka menjadikan masyarakat akar rumput jadi kambing hitam daripada pendukung yang disejahterakan," kata Jawahir.
(B015)
Berita Lainnya
Rektor UIN: Meminta maaf merupakan sikap menunjukkan kekuatan
Kamis, 18 April 2024 14:23 Wib
Presiden Jokowi menyatakan sikap deeskalasi RI menghadapi konflik Timur Tengah
Selasa, 16 April 2024 12:44 Wib
Ini sikap politik AMIN atas hasil Pilpres 2024
Kamis, 21 Maret 2024 6:51 Wib
Sikap Horner bikin parah performa Red Bull
Senin, 4 Maret 2024 19:58 Wib
Sultan HB X meminta masyarakat kembali menyatukan sikap usai Pemilu 2024
Kamis, 15 Februari 2024 22:53 Wib
ReJO: Capres Prabowo tampilkan sikap negarawan sejati
Senin, 5 Februari 2024 23:21 Wib
Darmizal: Sikap jenaka Gibran dalam debat tak dimiliki orang lain
Senin, 22 Januari 2024 23:36 Wib
JK dukung pasangan Anies-Muhaimin
Rabu, 20 Desember 2023 10:22 Wib