Presiden mengajak bersikap mulia

id presiden mengajak bersikap

Presiden mengajak bersikap mulia

Pemilu Presiden 2014 (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Suasana menyejukkan mulai terasa menjelang hari penetapan pemenang Pemilihan Umum Presiden pada 22 Juli 2014.

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa menerima kekalahan itu sikap mulia, sejatinya merupakan ajakan sekaligus mengingatkan pihak yang nantinya kalah untuk bisa menerima hasil pilihan rakyat dalam pemilu presiden.

Presiden Yudhoyono memandang sikap bisa menerima kekalahan merupakan sikap yang mulia, dan patut diapresiasi dengan baik. "Mengakui kekalahan itu mulia. Mengucapkan selamat kepada yang menang itu indah. Allah Maha Besar ketika kita kalah, ya memang kalah, kemudian mengucapkan selamat pada yang berhasil, maka Allah SWT akan memberikan kemuliaan, dan hal yang sama," kata Presiden saat menghadiri acara penyerahan penghargaan Antara dan peluncuran tampilan baru Antaranews di Jakarta, Senin.

Presiden mengatakan sikap dapat menerima kekalahan, dan mau mengakui kemenangan pihak lain, hendaknya bisa diterapkan dalam berbagai sisi kehidupan. "Besok saat KPU mengumumkan, kita melihat adanya ketegangan. Namun, rakyat Indonesia tidak tegang, masyarakat lebih sejuk, damai, menjalankan kehidupan yang normal," ujar Presiden.

Meskipun, kata Presiden, ada kelompok-kelompok tertentu yang nanti akan sangat tegang. "Tetapi rakyat ingin situasi damai saat kita dapatkan pada pemilu, dan tetap dijaga. Saya mendorong dan mengingatkan KPU dan Mahkamah Konstitusi yang independen untuk melakukan tugasnya dengan baik, transparan dan akuntabel," katanya.

Kepala Negara mengharapkan apabila ada perselisihan, hendaknya ditempuh cara-cara sesuai peraturan yang ada. "Jika ada perselisihan dibawa ke Mahkamah Konstitusi, maka harus diputus secara transparan dan akuntabel. Saya senang kedua lembaga itu berkomitmen agar semua hasilnya betul-betul menghadirkan kebenaran yang terjadi," ujarnya.

Presiden menegaskan apabila nanti ada yang tidak bisa menerima hasil penghitungan suara, maka disarankan untuk menempuh jalan konstitusional dengan cara damai. "Undang-undang kita telah mengatur, memberikan ruang untuk mewadahi hal itu jika besok terjadi. Kalau dibawa ke Mahkamah Konstitusi, maka mari kita dorong MK menjalankan dengan baik agar keputusannya baik dan adil," tandasnya.

Kalau semua berjalan dengan baik, kata Presiden, maka 20 Oktober akan terjadi pergantian kepemimpinan nasional dengan damai dan bermartabat.

Presiden juga mengatakan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 merupakan ujian bagi kematangan demokrasi Indonesia.

"Tiga bulan ini atau tiga bulan mendatang, bangsa Indonesia sedang diuji kembali apakah transisi dan konsolidasi demokrasi yang berjalan baik ini bisa kita jaga, dan tidak sebaliknya," katanya.

Menurut Presiden, sejak 2004 hingga 2014 rakyat Indonesia bisa menjalankan pemilihan umum secara langsung, sehingga demokrasi bisa terbangun dengan baik.

"Rakyat ingin situasi damai yang kita dapatkan selama proses Pemilihan Umum 2014 tetap dapat dijaga," katanya.

Presiden mengatakan pemilihan presiden kali ini berlangsung dengan ketat dan keras, namun masyarakat tetap menginginkan kondisi yang damai dan aman menandai suksesi kepemimpinan nasional.



                            Ucapan Selamat

Suasana menyejukkan juga datang dari politisi muda Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais. Ia telah mengucapkan selamat kepada pasangan calon presiden-calon wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla atas kemenangannya dalam Pemilu Presiden 2014.

Juru bicara pasangan Jokowi-JK, Anies Baswedan menyampaikan penghargaannya terhadap pernyataan resmi Hanafi Rais yang menyatakan kemenangan tim Jokowi-JK.

"Kami atas nama capres-cawapres, Jokowi-JK menyatakan apresiasi kami terhadap ucapan selamat atas kemenangan yang secara resmi dikemukakan Hanafi Rais, tokoh muda dari Partai Amanat Nasional," kata Anies dalam siaran persnya yang diterima Antara di Jakarta.

Anies juga memberikan penghormatannya kepada pasangan kandidat presiden dan wakil presiden nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Pak Prabowo dan Pak Hatta adalah negarawan yang saya hormati, karena peran mereka menjaga demokrasi, turun tangan demi Indonesia. Mereka mempunyai rasa nasionalisme dan Keindonesiaan yang tinggi. Terlihat dari upaya mereka untuk Indonesia. Apresiasi saya setinggi-tingginya untuk peran penting mereka dalam pilpres ini," katanya.

Anies menekankan, kemenangan Pemilu 2014 merupakan kemenangan rakyat, dan hanya penghitungan resmilah yang nantinya akan menentukan siapa calon resmi penerus tonggak kepemimpinan Republik Indonesia sebagai Presiden ke-7 dan wakilnya.

"Kemenangan pemilu tahun ini adalah kemenangan rakyat Indonesia yang telah menentukan presiden pilihan mereka. Yang perlu digarisbawahi adalah turutnya seluruh rakyat Indonesia dalam meramaikan pesta demokrasi, menjaga napas demokrasi, dan menjunjung demokrasi demi tercapainya cita-cita bangsa Indonesia," katanya.

Sementara itu, pengamat politik Makmur Keliat meminta pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupaya mendayagunakan seluruh kapasitas kelembagaan yang ada untuk meletakkan tradisi peralihan kepemimpin nasional yang baik.

"Presiden SBY akan meninggalkan warisan politik demokratis yang baik bila secara faktual dapat menjamin bahwa seluruh proses rekapitulasi suara hingga pengumuman akhir oleh KPU nasional berjalan sesuai tahapan dan prosedur yang telah dirancang dan berlangsung sejujur-jujurnya," kata dosen Universitas Indonesia (UI) itu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.

Untuk itu, kata dia, pemerintahan SBY harus segera mengambil langkah-langkah kebijakan guna menetralisir secara efektif jika terdapat tekanan-tekanan, baik berupa mobilisasi simbolik kultural maupun massa terhadap proses rekapitulasi suara KPU.

Makmur mengatakan seluruh kekuatan politik demokratik, terutama partai-partai yang telah berperan dalam proses pemilu legislatif yang lalu, dan telah berhasil menempatkan wakil-wakilnya di DPR, harus pula menyadari bahwa tahapan konsolidasi demokrasi di Indonesia kini sedang berada dalam momentum yang sangat penting.

Ia menyebutkan partai-partai tersebut harus ikut mengambil langkah-langkah untuk tidak memperlambat dan mencederai mekanisme prosedural yang sedang dilakukan KPU.

"Harus ada kesadaran, terutama di antara anggota legislatif yang telah terpilih dalam pileg yang lalu, bahwa kegagalan KPU untuk mewujudkan secara efektif penghitungan suara pilpres bukanlah bagian dari kepentingan politik mereka," katanya.

Dia menilai para anggota legislatif tersebut harus menyadari bahwa kehadiran DPR yang baru akan juga berada dalam posisi yang sangat rawan dan menjadi tidak pasti jika rekapitulasi suara pilpres terhambat.

Oleh karena itu, kata dia, para anggota DPR tersebut juga harus dapat mendesakkan kepada partai-partainya untuk meredakan situasi saat ini, serta mendukung rekapitulasi suara yang dilakukan KPU agar berlangsung sejujur-jujurnya, dan tidak bekerja di bawah tekanan apa pun.

                        Manuver Berbahaya

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana menilai kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa telah memainkan manuver politik yang berbahaya dalam proses rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Presiden 2014 tingkat nasional.

Ari Dwipayana dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, menyebutkan ada dua manuver yang dilakukan, dan cukup berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.

"Pertama, kubu Prabowo-Hatta meminta penghentian rekapitulasi suara yang sedang berlangsung, dan selanjutnya meminta rekapitulasi suara nasional oleh KPU ditunda," katanya.

Kemudian manuver kedua yang juga berbahaya adalah kubu Prabowo-Hatta mengancam akan melaporkan KPU ke ranah hukum, dan bukan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika tidak menunda rekapitulasi perolehan suara pilpres.

"Dua manuver itu cukup berbahaya, karena langkah tersebut tidak sesuai dengan pernyataan mereka yang disampaikan ke publik sebelumnya, bahwa mereka siap kalah dan siap menang, serta akan menghormati apa pun keputusan KPU," kata Ari.

Menurut dia, tuntutan untuk menghentikan dan menunda proses rekapitulasi suara dengan alasan apa pun tidak bisa diterima, baik dalam perspektif hukum maupun politik, karena pemungutan suara telah dilakukan, dan berjalan baik, serta proses rekapitulasi suara sudah dilakukan berjenjang dari bawah hingga ke atas.

"Langkah ini jelas upaya mendelegitimasi KPU, dan implikasi politiknya cukup berat, yakni menolak hasil pilpres yang ditetapkan KPU. Seharusnya kubu Prabowo-Hatta mengikuti aturan main bahwa jika tidak puas terhadap proses dan hasil pemungutan suara, bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Itu pun harus jelas apa yang sedang disengketakan," katanya.

Dalam proses berjenjang tersebut, kata Ari, sejak dari tingkat terbawah setiap pasangan calon bisa mengajukan keberatan dan koreksi atas proses maupun hasil pemungutan suara. "Kemudian setelah sampai di atas, penghentian atau penundaan yang diajukan menjadi aneh," katanya.

Ia menambahkan, sistem demokrasi dan tahapan pilpres yang berjalan saat ini sudah cukup adil, karena semua elemen masyarakat dapat ikut mengawal penghitungan perolehan suara capres.

"Sistem berjenjang ini memungkinkan untuk koreksi proses di setiap tingkatan. Bahkan Bawaslu yang memiliki kewenangan pengawasan tidak menemukan kecurangan seperti yang disampaikan kubu Prabowo-Hatta," ujarnya.

Mengenai daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb), menurut Ari, itu bukan sebuah kecurangan, karena menyangkut dokumen yang perlu diklarifikasi atau di-kroscek.

"Jadi, upaya untuk menggiring opini soal DPKTb sebagai kecurangan atau mobilisasi suara adalah berlebihan, karena bisa pemilih di DPKTb di TPS adalah juga pemilih pasangan Prabowo-Hatta," kata Ari.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024