Pengamat: caleg perempuan miliki hambatan untuk terpilih

id hambatan caleg perempuan

Pengamat: caleg perempuan miliki hambatan untuk terpilih

Juru Bicara Forum Komunikasi Perempuan Politik DIY sekaligus caleg DPRD DIY fraksi PDIP Dapil Gunung Kidul, Dwi Rusjiati Agnes (kiri) dan pengamat politik, Nikolaus Loy (tengah)dalam diskusi politik "Persiapan, Harapan, peran Caleg Perempuan di Parle

Yogyakarta (Antara Jogja) - Calon anggota legislatif perempuan mempunyai hambatan besar untuk terpilih menjadi wakil rakyat pada Pemilu Legislatif 2014, kata pengamat politik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Yogyakarta, Nikolaus Loy.

"Beberapa studi yang dilakukan berbagai lembaga menemukan, bahwa hambatan perempuan untuk terpilih sangat besar," katanya dalam diskusi politik "Persiapan, harapan, peran caleg perempuan di Parlemen" yang diadakan LKBN Antara Biro Yogyakarta, Kamis.

Dosen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Fisip UPN ini mengatakan, hambatan yang ditemui para caleg perempuan adalah kendala kultural/ideologis, pemisahan antara wilayah privat dengan publik dan yang terkait dengan sosial ekonomi.

"Caleg perempuan sulit bisa jadi pemimpin karena keyakinan pemilih terhadap mereka rendah. Di sisi lain akses ke sumber daya ekonomi terbatas, sementara biaya politik tinggi," katanya.

Menurut dia, caleg perempuan juga mempunyai hambatan dalam akses jaringan, sosial, politik dan informasi serta media juga public exposure yang rencah, kemudian hambatan psikologis dan personal.

"Konstruksi kultural bahwa perempuan tempatnya di rumah menyebabkan kepercayaan diri mereka rendah. Riset dosen Fisip terhadap perempuan anggota DPRD kesulitan aktif dalam rapat karena tidak mampu bicara di depan umum," katanya.

Nikolaus Loy mengatakan, hambatan lainnya adalah regulasi dari kelembagaan pemilu yakni sistem kuota 30 persen perempuan dalam daftar calon tetap (DCT) dan sistem proporsional dengan daftar terbuka yang menguntungkan caleg laki-laki.

"Beranjak dari asumsi yang keliru yakni persamaan sumber daya dan kesempatan laki-laki dengan perempuan, tapi faktanya tidak demikian, karena sistem proporsional dengan daftar terbuka menguntungkan caleg laki-laki karena ada di nomor urut awal," katanya.

Ia mengatakan, perlunya upaya untuk memperbesar peluang caleg perempuan seperti revisi undang-undang kaitannya kuota keterwakilan caleg perempuan, serta partai diwajibkan menempatkan perempuan pada nomor urut 1 dan 2 di setiap daerah pemilihan (dapil).

"Izinkan partai membangun kontak dengan kelompok perempuan muda di lembaga pendidikan tinggi, kemudian kampanye publik, pendidikan politik perempuan dan lain-lain," katanya.

Meski memiliki berbagai hambatan, namun Nikolaus juga memaparkan jumlah anggota DPR perempuan dalam tiga pemilu terakhir yakni sebanyak 500 orang (delapan persen) pada 1999, 550 orang (11 persen) pada 2004 dan 560 orang (16,79 persen) pada 2009.

Nikolaus mengatakan, perlunya memilih caleg perempuan karena selain sumber daya besar yang harus diberi ruang untuk merumuskan kebijakan negara, juga perempuan membuat keputusan berdasarkan `ethics of care` atau peduli pada kepentingan banyak orang.

"Banyak anggota DPR perempuan, maka kebijakan-kebijakan akan lebih pro-perempuan dan ini juga menguntungkan keluarga Indonesia, karena kita tahu berbagai proyek pengentasan kemiskinan sukses mengangkat kesejahteraan keluarg jika perempuan terlibat," katanya.
(KR-HRI)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024